Beranda | Artikel
Biografi Ibnu Shalah
Rabu, 8 Januari 2014

Sebuah perkataan yang sangat indah, “Kemuliaan itu milik orang yang memulai.. Meskipun yang setelahnya lebih baik..” Begitu mulianya manusia yang menjadi pionir dalam kebaikan. Ia akan menuai kemuliaan selama kebaikan itu senantiasa berjalan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang memulai atau memberi contoh suatu kebaikan di dalam Islam, kemudian diikuti oleh orang setelahnya, maka ia akan memperoleh pahala dan pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun.” (HR. Muslim: 1017)

Adalah Ibnu Shalah, pionir dalam sebuah kebaikan yang sangat besar. Beliaulah orang pertama yang menyusun ilmu hadis secara runtut dan sistematis, serta mencakup semua pembahasan yang berkaitan dengan ilmu hadis. Kitab Muqaddimah-nya begitu melegenda dan menjadi rujukan utama di dalam penyusunan kitab-kitab ilmu hadis setelahnya. Karya inilah yang kelak diringkas oleh Imam Nawawi, lalu di-syarh kembali oleh Imam Suyuthi hingga muncullah kitab Tadrib ar-Rawi.

Pada kesempatan kali ini, kita akan sejenak mengenal sosok Ibnu Shalah, yang disebut-sebut sebagai perintis disiplin ilmu musthalah hadits sehingga menjadi disiplin ilmu yang mandiri, yang menyempurnakan kitab-kitab ilmu hadis terdahulu.

Nama Beliau

Ibnu Shalah bernama Utsman bin Abdurrahman bin Utsman bin Musa bin Abi Nashr An-Nashri Al-Kurdi Asy-Syarakhani Asy-Syahruzuri. Pemilik kunyah Abu Amr ini dijuluki Taqiyuddin, ketakwaan dalam agama. Ia adalah seorang ulama bermazhab Syafi’i yang sangat terkenal di masanya.

Kelahiran Beliau

Ibnu Shalah dilahirkan lebih dari delapan abad yang lalu, tepatnya pada tahun 577 H, di wilayah kota Arbil, salah satu kota besar di negeri Irak bagian utara yang didominasi oleh suku Kurdi. Tepatnya di desa Shahrazur, daerah Sheikhan, Ibnu Shalah kecil dilahirkan.  Beliau lahir di tengah-tengah keluarga keturunan Kurdi yang bermazhab Syafi’i.

Perjalanan Menuntut Ilmu

Guru pertama Ibnu Shalah adalah ayahnya sendiri, Abdurrahman, seorang ulama pakar disiplin ilmu fikih bermazhab Syafi’i. Dari ayahnya yang berjuluk Shalahuddin inilah, Ibnu Shalah kecil memulai langkahnya sebagai penuntut ilmu. Ayahnya yang memiliki kunyah Abul Qasim ini mendidik Ibnu Shalah dengan sangat baik sedari beliau masih kecil. Di masa kanak-kanaknya, Ibnu Shalah kecil telah menyerap berbagai macam pelajaran berupa prinsip-prinsip ilmu dasar, dari sang ayahanda. Dikisahkan bahwa Ibnu Shalah mengulang bacaan kitab Muhadzdzab di hadapan ayahnya sekian kali padahal kala itu kumisnya belum tumbuh.

Setelah menyadari bahwa anaknya tidak bisa belajar kepada banyak guru dan tidak mampu berkembang jika hanya menuntut ilmu di desa, maka sang ayah pun memutuskan untuk mengirim Ibnu Shalah kecil ke Mosul, ibu kota wilayah Niwana, yang dekat dengan sungai Tigris. Di Mosul inilah, Ibnu Shalah belajar berbagai disiplin ilmu agama yang lebih banyak lagi. Ia mempelajari ilmu tafsir, hadis, dan selainnya.

Dikisahkan bahwa semenjak itu Ibnu Shalah sering pindah ke berbagai kota di berbagai belahan dunia guna menghilangkan dahaganya terhadap ilmu agama yang begitu agung ini. Beliau pernah mengunjungi Bagdad, Damaskus, Nishapur, Haran, Hamadan, Mary di Turkmenistan, dan kota lainnya yang teramat jauh dari kampung halamannya. Ia berguru dengan sekian banyak ulama yang ia jumpai di penjuru dunia.

Diceritakan ketika Ibnu Shalah tiba di Damaskus, kota terbesar di Suriah, ia ber-mulazamah bersama Imam Iraqi. Bersama beliaulah, ia mendalami fikih mazhab Syafi’i. Ia menimba ilmu darinya dengan sangat tekun, sehingga Imam Iraqi pun tak jarang memuji beliau.

Ibnu Shalah tidak lupa untuk mengunjungi tanah suci dalam rangka menunaikan rukun Islam kelima, yaitu ibadah haji, sebelum dan sesudah ia kelak menetap di Damaskus. Sebagaimana biasanya, ia tidak menjadikan suatu perjalanannya melainkan untuk menambah khazanah ilmunya.

Ibnu Shalah terus menuntut ilmu dari berbagai ulama di berbagai belahan dunia, menyimak periwayatan banyak hadis, dan memperdalami beberapa cabang ilmu agama lainnya, hingga akhirnya Allah mendudukkannya di atas singgasana keilmuan yang sangat tinggi, sebuah kedudukan yang amat mulia.

Guru-Guru Beliau

  • Di Shahrazur: Abdurrahman bin Utsman, ayahnya sendiri, dll.
  • Di Mosul:
    • Ubaidillah bin as-Samin, termasuk guru pertama Ibnu Shalah
    • Nashr bin Salamah al-Hiti
    • Mahmud bin Ali al-Maushili
    • Abul Muzhaffar bin al-Barni
    • Abdulmuhsin bin ath-Thusi, dll
  • Di Bagdad:
    • Abu Ahmad bin Sukainah, ulama besar di tanah Bagdad
    • Abu Hafsh bin Thabarzadza, dll
  • Di tanah Persia:  
  • Abul Qasim Abdulkarim bin Abul Fadhl ar-Rafi’i, imam besar mazhab Syafi’i, dll
  • Di Hamadan: Abul Fadhl bin al-Mu’azzam, dll
  • Di Nishapur:
    • Abul Fath Manshur bin Abdulmun’im bin al-Furawi
    • Al-Muayyad bin Muhammad bin Ali ath-Thusi
    • Zainab binti Abul Qasim asy-Sya’riyyah
    • Al-Qasim bin Abu Sa’d ash-Shaffar
    • Muhammad bin al-Hasan ash-Sharram
    • Abul Ma’ali bin Nashir al-Anshari
    • Abu an-Najib Isma’il al-Qari, dll
  • Di Mary: Abul Muzhaffar bin as-Sam’ani, dll
  • Di Aleppo: Abu Muhammad bin al-Ustadz, dll
  • Di Damaskus:
    • Fakhruddin Ibnu Asakir, ulama besar mazhab Syafi’i
    • Muffaquddin Ibnu Qudamah, ulama besar di masanya
    • Al-Qadhi Abul Qasim Abdushshomad bin Muhammad bin al-Harastani
  • Di Haran: Al-Hafizh Abdulqadir ar-Ruhawi, dll

Dakwahnya

Setelah perjalanannya yang teramat panjang dalam rangka menempuh salah satu jalan surga, yaitu menuntut ilmu, Ibnu Shalah menetap di Yerusalem. Di sana, ia mengajar sebagai guru di madrasah Shalahiyyah, atau juga biasa disebut Nashiriyyah, yang didirikan oleh Shalahuddin al-Ayyubi. Kemudian beliau kembali ke Damaskus ketika tembok kota Yerusalem diultimatum hendak diruntuhkan.

Di Damaskus, Ibnu Shalah mengajar di madrasah ar-Rahawiyyah. Beliau adalah pengajar pertama di madrasah yang dibangun oleh Ibnu Rahawah tersebut. Saat raja Asyraf mendirikan Darul Hadits al-Asyrafiyyah, ialah yang ditunjuk untuk mengurusi lembaga tersebut dan mengajar di sana. Lalu Ibnu Shalah meminta ayahnya pindah untuk mengajar di madrasah Assadiyyah, tepatnya di Aleppo, Suriah. Di sinilah kemudian ayahnya wafat, tepat pada bulan Zulkaidah, tahun 618 H. Ibnu Shalah juga pernah mengajar di madrasah Sittu asy-Syam Zamrad Khatun atau yang dinamakan pula asy-Syamiyyah al-Jawwaniyyah, atau asy-Syamiyyah ash-Shugra.

Di Damaskus inilah, Ibnu Shalah menjadi ulama yang sangat besar. Berbagai penuntut ilmu dari sekian negeri berbondong-bondong ingin duduk di majelisnya, mengambil saripati ilmu yang beliau sampaikan, dan menyerap ilmu hadis yang beliau ajarkan. Jika dahulu beliau adalah murid dari sekian banyak guru, kini beliau berevolusi menjadi guru dari sekian banyak murid. Ia sibuk berdakwah, mengajari murid-muridnya, menjadi mufti dan rujukan dalam berbagai permasalahan, serta menulis berbagai karya. Beliau menuai berbagai macam pujian dari para muridnya dan ulama yang semasa dengannya maupun setelahnya. Subhanallah, inilah buah dari ilmu, mengangkat derajat seseorang di dunia, sebelum kelak di surga.

Kepribadian Beliau

Ibnu Shalah adalah imam yang cerdas, tajam pemikirannya, bersungguh-sungguh dalam menempuh jalan menuntut ilmu. Tak hanya itu, ilmu yang beliau memiliki berbuah manis sehingga beliau pun bersungguh-sungguh dalam mengamalkan ilmunya, menegakkan ketaatan dan beribadah kepada Allah.

Beliau menguasai banyak disiplin ilmu agama, semisal tafsir, hadis, fikih, usul fikih, hadis, nama-nama perawi, bahasa, dan selainnya.

Jika kita menukil pujian-pujian berbagai ulama, maka kita akan dapati nukilan yang sangat banyak. Imam Dzahabi menggelari beliau dengan sebutan, “Ia adalah imam, hafizh, allamah, syaikhul Islam…”  Begitu pula sanjungan yang dilontarkan Ibnu Katsir, as-Subki, as-Suyuthi, dan selain mereka.

Ibnu Shalah disifati sebagai ulama yang wara’, menjaga diri dari hal-hal yang Allah haramkan, dan bersikap zuhud, meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat untuk urusan akhirat. Beliau pula digambarkan sebagai sosok yang berakidah lurus, meniti jejak salafus saleh.

Kitab Muqaddimah Ibnu Shalah

Titik awal sempurnya penyusunan ilmu hadis berasal dari kitab beliau, Ma’rifah Anwa’ Ulum al-Hadits atau yang lebih populer dengan nama Muqaddimah Ibnu Shalah. Tak heran jika beliau dianggap pionir dalam penyusunan metodologi kritis hadis. Kitab ini disebut-sebut merupakan salah satu karya terbesar dalam bidang ilmu hadis, sekaligus muara kematangan penyusunan literatur bidang ilmu hadis. Ibnu Shalah mengajarkan kitab ini di Damaskus kepada murid-muridnya. Selain itu, kitab ini pula merupakan sumbangsih beliau terhadap fukaha yang hendak mempelajari ilmu hadis. Keistimewaan karya ini adalah banyaknya para ulama yang menjelaskan kitab ini di dalam karya-karya mereka dan ada pula yang meringkasnya.

Murid-Murid Beliau

Murid beliau dalam ilmu fikih:

  • Syamsuddin Ibnu Khallikhan, seorang hakim, pengarang kitab Wifayat Al-A’yan
  • Syamsuddin Ibnu Nuh al-Maqdisi, murid yang terkenal dalam fikih mazhab Syafi’i
  • Imam Kamaluddin Sallar, guru Imam Nawawi
  • Imam Kamaluddin Ishaq, juga murid dari Ibnu Asakir, dimakamkan di samping kuburan Ibnu Shalah
  • Al-Qadhi Taqiyyuddin Ibnu Razin, dll

Murid beliau dalam ilmu hadis:

  • Tajuddin Abdurrahman
  • Majduddin Ibnul Muhtar
  • Fakhruddin Umar al-Karaji
  • Al-Qadhi Syihabuddin Ibnu al-Khuwayyi
  • Al-Muhaddits Abdullah bin Yahya al-Jazairi
  • Al-Mufti Jamaluddin Muhammad bin Ahmad asy-Syarisyi
  • Al-Mufti Fakhruddin Abdurrahman bin Yusuf al-Ba’labaki
  • Nashiruddin Muhammad bin Arabsyah
  • Muhammad bin Abu adz-Dzikr
  • Asy-Syaikh Ahmad bin Abdurrahman asy-Syahruzuri an-Nasikh
  • Kamaluddin Ahmad bin Abul Fath asy-Syaibani
  • Asy-Syihab Muhammad bin Musyarrif
  • Ash-Shadr Muhammad bin Hasan al-Urmawi
  • Asy-Syaraf Muhammad bin Khathib Bait al-Abbar
  • Nashiruddin Muhammad bin al-Majd bin al-Muhtar
  • Al-Qadhi Ahmad bin Ali al-Jili
  • Asy-Syihab Ahmad bin al-Afif al-Hanafi, dll

Karya Beliau

  • Ahadits fi Fadhli al-Iskandariyyah wa Asqalan
  • Al-Ahadits al-Kuliyyah
  • Adab al-Mufti wa al-Mustafti
  • Al-Amali
  • Hadits ar-Rahmah
  • Hukmu Shalati al-Raghaib
  • Hilyah al-Imam asy-Syafi’i
  • Syarh Ma’rifah Ulum al-Hadits milik al-Hakim an-Naisaburi
  • Syarh al-Waraqat milik Imam al-Haramain fi Ushul al-Fiqh
  • Shilah an-Nasik fi Shifah al-Munasik
  • Shiyanah Shahih Muslim min al-Ikhlal wa al-Ghalath wa Himayatuhu min al-Isqath wa as-Saqth
  • Thabaqat Fuqaha’ asy-Syafi’iyyah
  • Ma’rifah Anwa’ Ulum al-Hadits, kitab inilah yang lebih populer dengan nama Muqaddimah Ibnu Shalah
  • Al-Fatawa
  • Fawaid ar-Rihlah
  • Mukhtashar fi Ahadits al-Ahkam
  • Musykil al-Wasith
  • Musykilat al-Bukhari
  • Al-Mu’talaf wa al-Mukhtalaf fi Asma’ ar-Rijal
  • An-Naktu ‘ala al-Muhadzdzab
  • Washlu Balaghah al-Muwaththa’
  • Waqfu Dar al-Hadits al-Asyrafiyyah

Wafatnya

Setiap yang berjiwa pasti akan mati. Itu adalah kepastian yang tak terbantahkan. Nabi, ulama, siapa pun akan meninggalkan dunia, tempat singgah yang sementara. Tanpa terkecuali Ibnu Shalah. Setelah berumur lebih dari 60 tahun, ia jatuh sakit. Ia kemudian wafat menjelang Subuh, pada hari Rabu, tanggal 25 bulan Rabiulakhir 643 H, di kota Damaskus, Suriah. Lalu disalatkan di masjid besar Damaskus selepas salat Zuhur. Semoga Allah merahmatinya.

Akhir kata, sudah selayaknya kita memperbanyak cakrawala pengetahuan kita seputar biografi ulama-ulama sunah yang terkemuka, guna meneladani mereka di dalam setiap sendi kehidupan kita. Kita telah banyak belajar dari sosok Ibnu Shalah, yang tak sungkan menjadi pionir dalam kebaikan, yang tak bosan untuk terus belajar. Maka dari itu, kini tibalah saatnya bagi kita untuk mengaplikasi dan merealisasikannya di dalam kehidupan nyata. Semoga Allah memudahkan kita semua. Amin.

 

Daftar Pustaka:

Ibnu ash-Shalah wa Kitabuhu al-Ba’its. Maktabah Syamilah.

Adz-Dzahabi. Siyar A’lam an-Nubala’. Maktabah Syamilah.

Dan lain sebagainya.

 

Penulis: Roni Nuryusmansyah

Pemurajaah: Ust. Suhuf Subhan, S.Pd., M.Pd.I

🔍 Hadis Tentang Hari Kiamat, Waktu Takbir Idul Fitri, Abu Hurairah Kucing, Allahumma Inni As Aluka Ilman Nafian


Artikel asli: https://muslim.or.id/19490-biografi-ibnu-shalah.html